Menurut Lahey, Psikologi sosial merupakan
sebuah cabang ilmu dari psikologi yang mempelajari tentang individu, seperti
bagaimana cara mereka berinteraksi dengan individu-individu lainnya.
Menurut
Gordon Allport (1985), psikologi social adalah ilmu pengetahun yang berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana
pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh kehadiran orang
lain, baik secara nyata, dalam bayangan, maupun dalam kehadiran yang tidak
langsung (implied).
Menurut
David O Sears (1994), psikologi social adalah ilmu yang berusaha secara
sistematis untuk memahami perilaku sosial mengenai, bagaimana cara kita
mengamati orang lain dan situasi sosial, bagaimana orang lain bereaksi terhadap
kita, dan bagaimana kita dipengaruhi oleh situasi sosial.
Kelompok dan Pengaruh Sosial
Mari kita mulai pelajaran
kita tentang pengaruh sosial dengan melihat efek dari menjadi anggota
kelompok. Meskipun beberapa apa yang Anda akan belajar mungkin membuat Anda
malu untuk menjadi anggota umat manusia, Anda dapat memahami kekuatan pengaruh
sosial hanya dengan melihat sisi negatif dan positif
Deindividuation
Sesuatu yang terdapat di
dalam sebuah kelompok mengubah individu-individu yang tidak mampu membunuh
menjadi orang yang sangat mampu melakukan pembunuhan.Analisis yng dilakukan
selama 47 tahun menemukan bahwa kekejaman terburuk terjadi ketika massa yang
besar dan setiap individu mungkin merasa lebih tidak dikenal. Proses merasa
tidak dikenal dan tidak dapat diidentifikasikan dalam kelompok ini dikenal
sebagai deindividuation. Dalam keadaan ini, orang-orang yang kurang menyadari
perilaku mereka sendiri dan kurang peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang
perilaku mereka. Hasilnya bisa menjadi kemungkinan peningkatan melakukan
tindakan yang anda biasanya tidak akanlakukan. Berada di kelompok di mana
penampilan setiap orang adalah seragam seperti mengenakan pakaian seragam atau
serupa dan simulasi faktor lingkungan seperti panas dan kebisingan meningkatkan
kemungkinan deindividuation
Melakukan serangkaian
percobaan dalam upaya untuk memahami kurangnya tindakan oleh para pengamat
ketika mereka berada dalam kelompok.Dalam satu percobaan, eksperimen perempuan
meminta mahasiswa untuk mengisi kuesioner, dan sementara mereka bekerja, dia
pergi balik tirai panggung dan kecelakaan palsu.Siswa mendengar suara diamemanjat dan kemudian jatuh dari kursi. Dia mengerang
seolah-olah kesakitan dan memohon seseorang untuk membantunya mengeluarkan kakinya dari bawah benda berat.
Ketika siswa berada sendirian di bagian lain ruangan, 70%
pergi untuk membantunya. Tetapi ketika mereka dipasangkan dengan satu siswa
lain yang tidak menanggapi permohonan wanita itu, hanya 7% mencoba untuk
membantunya.
Mengapa kita cenderung untuk
membantu ketika kita berada dalam kelompok yang tidak terstruktur? Latane dan
Darley telah menyarankan bahwa berada di hadapan pengaruh lain persepsi kita
tentang perlunya bantuan dan tanggung jawab dengan asumsi kita untuk membantu.
Ketika kita melihat suatu peristiwa, kita melihat kepada orang lain untuk
mengetahui apakah mereka melakukan sesuatu.
Jika tidak ada orang lain
yang membuat upaya untuk membantu, "tidak ada yang tampak khawatir,
sehingga pasti tidak ada masalah". Kehadiran pengamat lain juga membuat
kita cenderung menerima tanggung jawab untuk membantu. Kelompok yang tidak
terstruktur mencipakan sebuah difusi tanggungjawab (diffusion of
responsibility)
Bekerja
dan Memecahkan Masalah Dalam Kelompok
Dalam beberapa kasus, berada
dalam kelompok meningkatkan kinerja masing-masing anggota kelompok.Ketika hal
ini dalam kasus tersebut, fasilitasi sosial dikatakan terjadi.Kadang-kadang,
berada di hasil kelompok dalam mengurangi usaha oleh anggota kelompok individu
dari penonton, tetapi setiap orang bertepuk tangan sekeras yang mereka bisa,
atau kita mengulur-ulur waktu sedikit?
Penelitian menunjukkan bahwa
jika Anda diminta untuk bertepuk sekeras yang Anda bisa, Anda akan membuat
lebih banyak suara jika Anda berpikir bertepuk Anda sedang diukur secara individual
daripada jika Anda berpikir kenyaringan sekelompok kentungan yang diukur
bersama-sama. Fenomena ini disebut kemalasan social
Dua variabel utama yang
mempengaruhi kemalasan sosial (1) ukuran kelompok dan (2) sifat tugas.Semakin
besar kelompok, individu anggota lebih mungkin adalah untuk mengurangi
kontribusi masing-masing terhadap upaya kelompok.
Orang-orang yang berada dalam
kelompok besar mereka percaya bahwa orang lain dapat memberikan kontribusi yang
lebih baik, karena anggota lainnya tidak menanggapi positif upaya awal mereka
untuk berkontribus.Mengapa sayalebih sering menyanyi ketika saya sendirian di
mobil daripada ketika ada teman-teman di mobil dengan saya?
Mungkin Anda pernah
mengalami saat ketika Anda harus berbicara di depan penonton, dan merasa bahwa
Anda tidak melakukan yang terbaik.Istilah untuk ini adalah hambatan sosial
ketika kinerja berkurang sebagai akibat dari kehadiran orang lain.Ini adalah
kebalikan dari fasilitasi sosial.
Pemecahan
Masalah Kelompok
Secara umum, kelompok-kelompok
kecil orang menyelesaikan masalah internal yang kompleks baik dalam kelompok
daripada yang mereka lakukan ketika bekerja sendirian.Bahkan jika masing-masing
anggota kelompok terlibat dalam beberapa tingkat kemalasan sosial, memang benar
' dua kepala lebih baik dari satu ' dan bahwa pengetahuan dan keterampilan
lebih dari satu orang mungkin diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks
.
Pengecualian , bagaimanapun,
adalah saat mencurahkan pendapat. Mencurahkan pendapat dalam kelompok tampaknya
dikaitkan dengan hilangnya produktivitas, dan masing-masing anggota kelompok
bekerja secara independen menghasilkan lebih banyak kemungkinan, dan lebih
banyak pilihan kreatif.Jika Anda memiliki sebuah kelompok bekerja , mungkin
akan lebih baik bagi setiap orang untuk bekerja sendiri menghasilkan daftar ide
sebelum kelompok itu bertemu untuk meninjau ide mereka bersama-sama. Kadang-kadang,
bagaimanapun, bekerja dalam kelompok menghasilkan keputusan yang buruk.
Conformity
Ketika kita menjadi anggota dari sebuah kelompok, kita cenderung untuk
berperilaku seperti orang lain dalam kelompok, kita cenderung untuk
menyesuaikan diri. Konformitas adalah menuruti karena adanya tekanan kelompok
untuk berperilaku seperti yang semua orang lakukan meskipun tidak ada
permintaan langsung untuk melakukannya. Orang – orang mungkin menyesuaikan diri
karena dua alasan, yaitu untuk memperoleh hadiah dan menghindari hukuman atau
untuk memperoleh informasi.
Kita dapat membuat pemikiran sendiri secara pribadi bahkan dalam tekanan
orang lain, tetapi kita sering ikut serta dengan kebanyakan orang dalam hal
tingkah laku yang tampak. Ketika respon yang seharusnya dalam sebuah situasi
tidak jelas, kita melihat kepada orang lain untuk mendapatkan informasi dan
setelah itu kita tidak hanya mengikuti pendapat mereka tetapi juga mengubah
pendapat kita sendiri untuk menyesuaikan diri. Beberapa faktor yang
meningkatkan kemungkinan konformitas terhadap kelompok yaitu:
1.
Ukuran kelompok
Pada titik tertentu lebih banyak orang dalam kelompok, lebih mungkin
terjadi konformitas. Namun jika kelompok terlalu besar, maka konformitas akan
hilang.
2.
Kesepakatan kelompok
Konformitas semakin tinggi ketika kita berhadapan pada sebuah kelompok yang
semuanya mempunyai pandangan yang sama mengenai sebuah topik. Namun konformitas
dikurangi ketika salah seorang dalam kelompok tidak merasakan hal yang sama (Nail, MacDonald,
& Levy, 2000).
3.
Budaya dan konformitas
Percobaan Solomon Asch menunjukkan bahwa konformitas terjadi dalam semua
budaya, namun orang – orang yang berasal dari budaya individual yang menekankan
perhatian pada kesejahteraan individu kurang melakukan konformitas dibandingkan
dengan orang – orang dari budaya kolektif yang menekankan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Peran Sosial dan Norma Sosial
Peran
sosial adalah budaya ditentukan oleh pedoman yang
memberitahu orang apa perilaku yang diharapkan dari mereka. Norma sosialadalah
pedoman yang diberikan oleh setiap budaya
untuk menilai perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
Ketika individu
bekerja bersama dalam kelompok, usaha dari setiap individu harus
dikoordinasikan dengan yang lainnya untuk menghindari kekacauan. Oleh karena
itu, setiap budaya telah mengembangkan peran sosial dan norma sosial untuk
memberikan pedoman sebagaimana yang diharapkan dari kita. Setiap peran sosial
memberikan pengharapan yang berbeda untuk sikap yang tepat. Peran sosial
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku individu. Ketika kita
ditempatkan pada peran yang baru, perilaku kita juga berubah untuk menyesuaikan
dengan peran kita.
Untuk menyesuaikan
diri dengan peran sosial kita, maka kita juga berperilaku sesuai dengan
peraturan yang diucapkan maupun yang tidak diucapkan, yang dikenal sebagai
norma sosial. Norma sosial dari budaya kita menjelaskan bagaimana seharusnya
kita berperilaku dalam berbagai situasi.
Kepatuhan
(Obedience)
Kepatuhan adalah
melakukan sesuai dengan yang disuruh oleh orang yang memiliki kekuasaan. Stanley Milgram melakukan
sebuah eksperimen untuk menguji tingkat
ketaatan seseorang kepada otoritas yang berlaku pada suatu situasi (Milgram,
1963). Milgram mencari tentang seberapa jauh seseorang akanmenuruti perintah
dari suatu bentuk otoritas yang berada diatasnya pada siatuasi tertentu, jika
perintah tersebut adalah perintah yang akan memberikan dampak menyakitkan
kepada orang lain.
Dalam penelitian ini yang ia lakukan adalah mencari
tahu tentang perilaku manusia ketika diminta untuk memberikan kejutan listrik
dalam beberapa kategori tegangan kepada manusia lainnya saat dalam eksperimen.
Perilaku yang dimaksud dalam eksperimen ini adalah sejauh mana orang yang
dijadikan subjek tersebut akan mematuhi perintah dari situasi dan mengabaikan
keraguan tentang apa yang sedang mereka lakukan beserta dampaknya.
Situasi eksperimen yang
diciptakan Milgram terlihat sangat mudah pada awalnya, dimana peserta
diberitahu bahwa mereka terlibat dalam suatu bentuk percobaan belajar, para
peserta diminta untuk menjadi operator alat kejut yang telah disediakan dan
mereka akan diberikan arahan serta ditekankan bahwa mereka harus melakukannya
sampai dengan akhir percobaan. Dikatakan kepada peserta bahwa mereka akan
berada diantara guru dan pelajar, yang mana keduanya adalah aktor tanpa
diketahui peserta karena mereka hanya mengetahui bahwa diri mereka hanya
membantu dan bukan sebagai objek penelitian itu sendiri. Peserta
yakin bahwa objek penelitian ini adalah ada pada pelajar dan bukan pada mereka.
Para peserta duduk di depan mesin dengan banyak tombol dimana pada mesin
tersebut terdapat label dari tegangan terendah sampai yang tertinggi, dikatakan
bahwa mesin itu bernama Shock Machine atau mesin kejut, pada saklar ketiga yang
mereka gunakan terdapat label “Bahaya: Tegangan Tinggi” dan dua saklar terakhir
berlabelkan “XXX”. Masing-masing
memiliki daya listrik yang semakin besar mulai dari 15 volt hingga 450 volt.
Selama percobaan, setiap kali si pelajar membuat
kesalahan peserta diperintahkan untuk menambahkan tegangan sengatan listrik
yang diberikan. Tentu saja si pelajar harus terus melakukan kesalahan sehingga
operator yang malang tersebut harus tetap memberikan sengatan listrik yang
lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, lalu si pelajar akan menjerit kesakitan
karena disetrum dan sampai akhirnya si pelajar diam tak bergerak. sang operator
yang malang sebenarnya tidak memberikan sengatan listrik kepada si pelajar, si
pelajar sudah berlatih untuk berakting sebelum percobaan berlangsung agar
mereka dapat menirukan kondisi seseorang yang benar-benar tersengat listrik secara
realistis. Si pelajar dengan sandiwaranya harus dapat meyakinkan sang operator
kalau mereka benar-benar kesakitan karena tersengat listrik sehingga sang
operator berasumsi bahwa kesakitan tersebut berasal dari mesin yang mereka
kendalikan.
Saat Milgram mensurvey, dia
memprediksikan bahwa tidak lebih dari 5% peserta yang akan tega memberikan
tingkat setruman tertinggi. Ternyata
hasil yang ditunjukkan cukup mencengangkan, bahwa sebanyak 65% peserta memutar
saklar ke arah kanan sampai akhir, mereka diberikan segala bentuk stimulus
seperti dengan si pelajar berteriak kesakitan, memohon untuk dihentikan dan
sampai akhirnya jatuh terdiam.
Eksperimen ini tidak menggunakan mereka yang tergolong
sadis dan terlibat dalam kejahatan pembunuhan atau penyiksaan sebelumnya, ini
adalah orang biasa seperti Anda.
Sisi Positif dari Kelompok
Ada beberapa hal
dimana seseorang tidak bisa menyelesaikannya jika bekerja sendiri.Walaupun benar
bahwa jika sendirian individu akan menarik sampan lebih kuat dibandingkan bila
dalam kelompok, namun kelompok yang terdiri dari empat orang akan bisa menarik
sampan ke tepi dibandingkan bila menarik sendirian. Selain itu, kelompok juga
dapat memberikan dukungan emosional dan kenyamanan kepada kita.
Sikap dan Persuasi (Attitudes and Persuasion)
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi
sosial. Sikap merupakan perhatian yang spesial karena orang lain berusaha
mempengaruhi sikap kita melalui persuasi (bujukan) dan sikap kita seringkali
menggambarkan perilaku kita terhadap orang lain
Psikologi sosial
mendefenisikan sikap sebagai keyakinan yang mempengaruhi kita dalam bertindak
dan merasakan pada cara yang pasti. Catatan bahwa definisi ini mempunyai tiga
komponen yaitu : (1) keyakinan, seperti keyakinan bahwa pedagang yang
datang dari rumah ke rumah biasanya tidak jujur; (2) perasaan, seperti
kebencian yang besar kepada pedagang; dan (3) kepribadian untuk berperilaku,
seperti kesiapan menjadi tidak sopan ketika pedagang datang ke rumah.
2.3.1.Persuasi
dan Perubahan Sikap
Sikap yang kita miliki masih dapat berubah karena adanya
persuasi dari orang lain. Persuasi adalah
proses mengubah sikap seseorang melalui argumen dan cara lainnya.
Persuasi dalam komunikasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas argumen yang
logis. Kualitas dari komunikasi yang dipersuasif dibagi menjadi tiga kategori
umum, yaitu karakteristik pembicara, karakteristik pesan, dan karakteristik
pendengar.
Karakteristik Pembicara
- Kredibilitas atau dapat dipercaya
Persepsi kita
terhadap kredibilitas si pembicara menentukan keyakinan kita terhadap pesan
yang disampaikan.Hal yang
terpenting dalam kredibilitas adalah apakah pembicara dapat dipercaya mengenai
pernyataan tertentu, bukan mengenai
seseorang yang pintar, terpelajar, dan berstatus tinggi.Semakin si pembicara dapat dipercaya, semakin meyakinkan pesan yang
disampaikannya.Karakteristik
inilah yang membantu pembicara untuk mengubah sikap orang dan meyakinkan
tindakan mereka. Namun, Carl Hovland menemukan bahwa usaha
persuasif yang dilakukan oleh pembicara yang kredibilitasnya rendah pada
awalnya tidak efektif, namun pesan yang disampaikan akan menjadi efektif di
waktu yang akan datang karena individu cenderung melupakan pembicara
mana yang menyampaikan pesan tersebut. Ini yang
dinamakan dengan sleeper effects.
- Menarik
Pembicara yang
menarik, terkenal, dan disukai akan lebih efektif dalam mengubah opini
seseorang dibandingkan dengan pembicara yang tidak menarik.
- Bersungguh – sungguh
Pembicara akan
kurang persuasif jika mereka terlalu bersungguh – sungguh untuk mengubah opini
seseorang khususnya jika mereka mendapatkan sesuatu bila berhasil mengubah
opini kita.
Karakteristik
Pesan
- Menimbulkan ketakutan
Pesan yang dapat
menimbulkan ketakutan lebih efektif dalam meyakinkan seseorang dibandingkan
dengan pesan yang tidak mengandung unsur emosional. Dan semakin sedikit informasi yang kita terima, semakin
besar kemungkinan untuk kita menanggapinya dengan daya pikat emosional, Pendengar akan
berespon baik terhadap pesan yang mengandung unsur emosional jika:
Ø
Unsur emosional yang ditarik
oleh pendengar relatif kuat.
Ø
Pendengar berpikir bahwa hal yang menimbulkan rasa takut
itu dapat terjadi pada mereka.
Ø
Pesan memberikan cara efektif untuk menghindari rasa
takut itu.
- Memiliki dua sisi argumen
Suatu argumen
selalu memiliki dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Jika suatu
argumen belum terlalu diketahui oleh pendengar maka pembicara cukup menyampaikan
sisi positifnya saja. Namun bila suatu argumen telah diketahui oleh pendengar
maka pembicara lebih baik menyampaikan kedua sisi argumen tersebut. Hal ini
akan membuat pembicara kelihatan dapat dipercaya untuk mempengaruhi opini
mereka
- Bentuk pesan
Penyusunan dan penyampaian yang berbeda untuk pesan yang
sama akan
menimbulkan reaksi yang berbeda dari pembaca. Berdasarkan
ini,dapat
kita pahami bahwa keefektifan dalam meyakinkan seseorang tidak hanya bergantung pada apa yang
disampaikan tetapi juga bagaimana kita menyampaikannya.
Karakteristik
Pendengar
- Inteligensi
Individu yang
tingkat inteligensinya rendah sangat mudah dipengaruhi. Kecualijika pesan yang disampaikan terlalu kompleks maka individu yang
lebih cerdas yang mudah dipengaruhi
dalam konteks ini. Inteligensi ini juga dapat kita kaitkan dengan usia. Orang
yang usianya muda lebih mudah dipengaruhi daripada orang yang usianya sudah
tua.
- Kebutuhan untuk diterima dalam lingkungan sosial
Individu yang
memiliki kebutuhan yang tinggi untuk diterima dalam lingkungan sosialnya lebih
mudah dipengaruhi dibandingkan dengan individu yang tingkat kebutuhan sosialnya
rendah.
- Harga diri
Individu yang
memiliki harga diri sedang lebih mudah dipengaruhi dibandingkan dengan individu
yang memiliki harga diri tinggi ataupun rendah. Individu yang memiliki harga
diri tinggi sangat percaya diri dengan opininya sehingga
sulit dipengaruhi. Sementara individu yang harga dirinya rendah cenderung bersikap acuh
terhadap apa yang disampaikan.
- Ukuran pendengar
Individulebih
mudah dipengaruhi bila mereka berada dalam kondisi berkelompok saat
mendengarkan pesan. Semakin besar jumlah
dalam kelompok yang terbentuk pada saat penyampaian pesan
maka
semakin mudah individu dalam kelompok tersebut untuk dipengaruhi.
- Dukungan sosial
Individu yang
memiliki relasi teman yang saling membagikan sikap
mereka lebih sulit dipengaruhi untuk mengubah sikap mereka dibandingkan dengan
individu yang teman-temannya memiliki sikap berlainan.
Teknik Persuasi
Beberapa orang
sangat pandai dalam meyakinkan seseorang karena mereka memiliki karakter
pembicara yang persuasif dan mereka juga
memahami
karakteristik pesan dan pendengar. Mereka tahu
bagaimana cara penyampaian argumen yang dapat
meyakinkan pendengarnya. Tetapi, banyak di antara
mereka yang menggunakan beberapa teknik persuasiseperti:
1.
Teknik foot-in-the-door
Berdasarkan teknik
ini, individu diberikan permintaan kecil yang masuk akal. Jika dia telah
menyetujui permintaan tersebut maka kemungkinan dia akan setuju dan mengikuti
permintaan berikutnya yang lebih besar.
2.
Teknik low-ball
Teknik ini hampir
sama dengan teknik foot-in-the-door.
Individu ditawarkan suatu perjanjian yang masuk akal.
Ketika dia telah menyetujuinya, perjanjian akan diubah
menjadi lebih buruk. Meskipun
demikian, biasanya teknik ini berhasil karena individu tetap menerima perjanjian yang telah dirubah tersebut.Teknik ini biasanya
digunakan oleh pelayan toko, pedagang ataupun sales.
PERILAKU DAN PERUBAHAN SIKAP
Sikap adalah berbagai pendapat dan keyakinan kita mengenai
orang lain dan bagaimana kita merasakan berbagai hal. Para psikolog sosial
tertarik kepada bagaimana sikap diubah dan apakah perubahan sikap itu berdampak
pada perilakunya.Walaupun sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku, namun terkadang ada pebedaan antara sikap dan perilaku kita. Ketika
perilaku dan sikap kita tidak konsisten, sikap akan berubah untuk menyesuaikan
dengan perilaku kita. Leon Festinger mengemukakan
teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive
dissonance theory)untuk menjelaskan kecenderungan sikap untuk berubah agar konsisten dengan perilaku. Ketidakkonsistenan antara sikap dan perilaku kita akan
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini memotivasi individu untuk
melakukan sesuatu untuk menguranginya
yang disebut dissonance.Dissonance theory memprediksikan bahwa individu akan
mengubah perilaku atau sikapnya untuk mengurangi ketidakkonsistenan ini.
Disonansi kognitif dapat mendorong kita untuk membenarkan
berbagai hal ekstenal dalaam hidup kita yang kurang menyenangkan bahkan hal
negatif sendiri untuk mempertahankan perasaan bahwa kita ini manusia yang baik
hati.Salah satu jenis pengurangan disonansi, pembenaran upaya (effort justification), dengan usaha kita
untuk merasionalisasikan jumlah upaya yang kita lakukan untuk suatu hal.dalam
hidup kita, tujuan yang paling kita hargai adalah tujuan yang memerlukan usaha
yang banyak. Saat kita telah melakukan usaha yang banyak namun tidak mencapai
tujuan yang diharapkan maka kita mulai mengembangkan disonansi.Misalnya, saat
kita telah belajar keras untuk ujian namun mendapatkan hasil yang standar yang
tidak seperti target kita. Maka kita mulai mengembangkan disonansi dengan
mengatakan bahwa usaha yang kita lakukan
belum maksimal walaupun telah belajar keras. Atau mengatakan bahwa ujian yang
telah kita ikuti tersebut bukanlah hal yang penting.
PRASANGKA
DAN STEREOTYPE
Prasangka adalah sikap yang merugikan yang didasarkan pada
generalisasi yang salah mengenai sebuah kelompok, yang didasarkan pada warna
kulit, agama, umur, jenis kelamin atau faktor lain. Perbedaan ini diyakini oleh
orang yang berprasangka untuk mencantumkan sesuatu yang negatif pada kelompok
tersebut, seperti mereka malas, pemalu, dan sebagainya.
Stereotype adalah generalisasi yang salah akibat prasangka dan
keterbatasan pengolahan kognitif manusia. Salah satu carastereotype dapat memengaruhi individu adalah self-fulfillinf prophecy, pengharapan kita membuat kita bertindak
untuk membuat pengharapan tersebut menjadi kenyataan. Dampak stereotype mencerminkan potensi kekuatan
stereotype dan sumber pengharapan
lainnya pada perilaku manusia.
Stereotype dapat berupa hal negatif atau hal positif, tetapi semua stereotype baik yang positif ataupun
negatif adalah merugikan karena tiga alasan, yaitu:
1.
Stereotype
mengurangi kemampuan kita untuk memperlakukan setiap anggota dari suatu
kelompok sebagai individu.
Ketika kita memberikan pandangan stereotype pada suatu kelompok, kita
cenderung untuk memperlakukan setiap anggota dari kelompok tersebut seolah-olah
sebagai orang yang memang memiliki karakteristik dari stereotype tersebut. Bahkan bila stereotype tersebut sebagian berdasarkan fakta, banyak anggota
dalam kelompok akan berbeda dari stereotype
dalam cara yang signifikan.
2.
Stereotype menimbulkan pengharapan yang
sempit untuk perilaku.
Stereotype yang kita buat menyebabkan kita mengharapkan
kelompok untuk berperilaku dalam cara tertentu. Selain
itu juga bisa membatasi orang yang tidak patuh dengan pengharapan sempit untuk
kelompoknya tersebut.
3.
Stereotype menimbulkan kesalahan
pemberian sifat.
Stereotype kita mempengaruhi atribusi
yang kita berikan
mengenai perilaku orang lain. Kesalahan pemberian sifat mempunyai efek dalam
memperkuat prasangka kita.
Kita berpikir
bahwa kita adalah orang yang berpikiran terbuka yang menilai seseorang sebagai
individu, namun hidup dalam dunia yang penuh prasangka mempengaruhi kita semua.
Kebanyakan orang selalu bereaksi berbeda terhadap kelompok yang berbeda
dengannya secara otomatis. Prasangka otomatis ini dapat dilihat dari perbedaan
respon neural dalam sistem limbic,
respon simpatetis otonom dan kontraksi pada otot wajah terhadap orang dari suku
berbeda. Orang yang tidak percaya bahwa mereka berprasangka atau yang menolak
prasangka secara sadar mengontrol respon prasangka otomatisnya sehingga mereka
dapat berperilaku fair dan tidak
berprasangka dalam beberapa situasi. Namun prasangka otomatis terjadi terlalu
cepat sehingga sulit dikontrol dalam beberapa situasi.
Berikut ini adalah penyebab stereotype dan prasangka
1.
Realistic conflict
Menurut teori realistic conflict, orang yang frustasi
dan marah karena harus bersaing dengan kelompok lain untuk mendapatkan hal – hal yang sulit seperti makanan, pekerjaan, dan
kekuasaan menjadi memandang kelompok lain secara negatif. Ketika orang yang
berprasangka dibuat marah, prasangka menjadi diperkuat bahkan terhadap kelompok
lain yang bukan merupakan sumber langsung dari kemarahannya.
2.
Us versus them
Penyebab lain
prasangka adalah kecenderungan individu untuk membagi dunia menjadi dua
kelompok yaitu kita dan mereka. Kelompok kita menjadi in-group dan yang di luar kelompok kita menjadi out-group.
3.
Social Learning
Prasangka juga dapat dipelajari dari orang lain.
Ketika kita mengamati stereotype dan
prasangka yang dilakukan oleh keluarga, teman, guru,
atau media, kemunugkinan kita akan mengadopsi sikap prasangka yang sama.
Ada beberapa cara
efektif untuk melawan prasangka yaitu:
1.
Kenali prasangka
Kita cenderung
menganggap sikap negatif kita sebagai sikap yang benar. Karena itu, langkah
yang paling penting yang harus kita lakukan untuk mengurangi prasangka adalah
menyadari prasangka kita sendiri dan konsekuensinya yang merugikan.
2. Mengontrol
prasangka otomatis
Tidak mudah untuk
menghindarkan diri dari prasangka yang kita pelajari sepanjang hidup kita namun
kita dapat mengontrol reaksi prasangka otomatis kita. Misalnya, dengan tidak langsung berprasangka buruk terhadap kebaikan orang lain.
3. Meningkatkan
hubungan di antara kelompok yang berprasangka
Kadang – kadang
prasangka dapat dikurangi dengan meningkatkan hubungan langsung dengan individu
dari kelompok lain. Namun hal ini harus dilakukan dalam kondisi-kondisi
tertentu, seperti dua kelompok harus mempunyai status yang hampir sama. Selain itu, anggota kelompok harus memandang satu sama lain
setipe dari masing – masing kelompok. Interaksi dalam tugas yang mengandung
unsur kompetitif akan mempertahankan prasangka. Sebaliknya interaksi dalam
tugas yang menuntut kerjasama akan mengurangi prasangka.Dan kondisi yang lainnya ialah kontak dilakukan dalam
kondisi informal.Orang yang cacat fisik menjadi subjek dari stereotype, prasangka, pembatasan, dan
stigma.Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh besar dalam hidup mereka.Dalam
banyak hal, persepsi terhadap stereotype
didasari oleh mitos.
Selain dari diri sendiri dan perilaku
kita, individu juga mendapatkan pengetahuan dari orang lain melalui
perbandingan sosial yang dilakukannya. Dengan tujuan untuk mengevaluasi
pikiran, perasaan, perilaku, dan kemampuan mereka yang berkaitan dengan orang
lain untuk membantu mereka membangun identitas. Dalam teori perbandingan sosial
oleh Leon Festinger menyatakan bahwa individu membandingkan dirinya dengan
orang lain bahkan dengan yang serupa dengan dia untuk mendapatkan hasil yang
akurat saat tidak ada cara objektif yang tersedia. Inilah yang menjadi dasar
mengapa kita berafiliasi dengan orang lain dan untuk mengetahui diri kita
sendiri. Dan peneliti lainnya memusakan perhatiannya pada perbandingan sosial
ke bawah.Individu membandingkan dirinya dengan orang yang dianggap lebih rendah
dari dirinya untuk menyenangkan dirinya sendiri.Seperti pernyataan yang sering
kita dengar dalam kehidupan sehari-hari “setidaknya aku tidak lebih buruk dari
dia”.
Persepsi dan Atribusi
Persepsi
adalah sebuah proses yang memersepsikan
apa yang terjadi orang lain dan apa yang membuat mereka dikenali. Proses
persepsi sosial sendiri terjadi dimulai dari pengenalan terhadap tanda-tanda
nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan orang lain. Tanda-tanda
ini yang digunakan untuk mengenali dan memahami orang lain secara lebih jauh.
Sedangkan pembentukan kesan didasari oleh kegiatan atribusi . Dalam proses
persepsi sosial, atribusi merupakan langkah awal dari pembentukan kesan. Atribusi sendiri adalah merupakan sesuatu
proses memahami sebab-sebab dari tingkah laku orang lain.
Teori atribusi dari menurut Heider
ada dua sumber tingkah laku atribusi terhadap tingkah laku.Yang pertama,
atribusi internal atau disposisional dan yang kedua ada artibusi eksternal atau
lingkungan.Pada atribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku
seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi.Sedangkan pada atribusi
eksternal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh
situasi tempat orang itu berada. Kemudian dapat kita jumpai istilah
fundamental attribution error yaitu kecenderungan untuk meremehkan dampak
situasi dari orang lain sambil melebihkan dampak pada diri sendiri.
Negatif information : The Bad Outweighs the Good
Kita dapat melihat sesuatu yang
kompleks proses dari sebuah “ Cognitive Algebra” dipersepsi kita dari yang
lainnya dengan beberapa faktor kontribusi lebih dari rata-rata hal lainnya.
Didunia ini rata-rata hal yang kita anggap sama setiap orang lebih banyak
pemikiran hal yang sama tentang sesuatu yang negative dari pada yang positif.
Belajarlah untuk meletakkan posisi kita
pada hal yang kita anggap negatif tersebut,
maka kita akan menemukan sisi baik dari hal yang kita anggap negaif yang
belum pasti tersebut.
Primary Effect : The Importance of First Impressions
Primary Effect adalah suatu
kecenderungan untuk kesan pertama yang sangat memengaruhi opini penilaian kita
tentang hal lain. Primary effect mungkin
adalah penilaian utama yang tidak terlalu penting. Namun dampaknya akan sangat
berkurang dalam tiga kondisi berikut :
1.
Prolonged
Exposure
Prolonged
Exposure untuk seseorang cenderung mengurangi pentingnya kesan pertama dari
seseorang.Ini sangat penting untuk membuat sebuah keberuntungan kesan pertama
untuk sebuah pekerjaan, tapi jangan khawatir tentang itu juka kamu tak
melakukannya.Tapi kenyataannya kita memang harus mulai menyukai catatan dan
mengingat informasi agar kita dapat konsisten pada kesan pertama.
2. Passage of Time
Seperti hal lainnya kesan
pertama cenderung lebih cepat memudar. Jika periode subtansi telah berakhir
antara yang pertama dan kesan berikutnya, maka kesan yang baru yang lebih baik
akan penting.
3. Knowledge of Primary Effect
Ketika seseorang mencari hal berpengaruh yang harus
dihindari oleh kesan pertama,primary effect akan menjadi dikurangi. Manager
pribadi dan lainnya kepada siapa
persepsi seseorang yang penting dididik untuk bahaya primary effect dan
boleh jadi untuk menurunkan kepentingan keunggulan di persepsi mereka.
0 komentar:
Posting Komentar